Seorang ayah memenuhi janjinya untuk mengajak anaknya pergi memancing.
Dengan bersusah hati diantara schedulenya yang padat, si ayah berusaha
mengambil cuti. Dan akhirnya, berangkatlah ia dengan anaknya, untuk
pergi memancing. Seharian mereka memancing, tetapi tidak mendapatkan
seekor ikanpun. Dengan marah-marah, akhirnya sampai sore, mereka pun
pulang. Puluhan tahun berlalu, ternyata pengalaman ini dicatat oleh
mereka masing-masing dalam diary harian mereka. Ketika dibaca ulang,
diary si ayah bunyinya begini, "Kurang ajar. Hari yang sial! Saya sudah
cuti seharian untuk memancing, ternyata tidak mendapatkan seekorpun.
Sebel banget!" Sementara itu, diary anaknya pun dibuka, ternyata
kalimatnya, "Terima kasih Tuhan. Hari yang luar biasa. Saya pergi
memancing bersama ayah. Meskipun tidak mendapatkan seekor ikanpun,
tetapi saya punya kesempatan ngobrol-ngobrol banyak dengan ayah. Sangat
menyenangkan!"
Pembaca, betapa berbedanya sudut pandang si ayah
dengan si anaknya. Bagi si ayah, yang terpenting adalah mendapatkan
ikan-ikan, sementara bagi si anak, justru pengalaman memancing bersama
itulah yang menyenangkan. Itulah orang-orang yang seringkali saya
bicarakan di dalam seminar dan training saya, satunya lebih menghargai
'milestones' sementara lainnya, lebih menghargai 'moments'.
Kejadian
ini sebenarnya mengingatkan saya dengan pengalaman bertemu dengan
seorang General Manager sebuah perusahaan ritel, dimana ia sangat sukses
dan berhasil tetapi dalam konselingnya dengan saya, mukanya tampak
letih. Singkatnya, ia mengatakan, "Aku capek, sangat keletihan. Hidupku
rasanya bergerak dari satu target ke target lainnya". Tidaklah
mengherankan bagi saya kalau si GM ini keletihan hidupnya. Yang muncul
adalah perasaan kasihan saya karena hidupnya hanyalah kumpulan dari gol
satu ke gol lainnya. Bahkan, dengan keluarganya pun ia hampir tidak
mempunyai waktu. Bahkan, untuk jalan-jalan dengan keluarganya saja, ia
harus menjadwalkan, seakan-akan menset target apa yang harus dicapai
dalam piknik keluarganya, dll. Sungguh meletihkan sekali melihat
hidupnya!
Kamis, 23 Mei 2013
Rabu, 22 Mei 2013
pohon apel
Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yangamat besar. Seorang
kanak-kanak lelaki begitu gemarbermain-main di sekitar pohon apel ini
setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakanapel
sepuas-puas hatinya, dan adakalanya diaberistirahat lalu terlelap di
perdu pohon apeltersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangitempat
permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anaktersebut.
Masa berlalu... anak lelaki itu sudah besar danmenjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskanmasanya setiap hari bermain di sekitar pohon apeltersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepadapohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemarbermain dengan engkau," jawab remaja itu." Aku mahukan permainan. Aku perlukan wang untukmembelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, "
Kalau begitu, petiklahapel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkanuang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan."
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagiselepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu...Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon apel itu merasa gembira."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu."Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerjauntuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumahsebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkahkau menolongku?" Tanya anak itu."
Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kauboleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya." Pohon apel itu memberikancadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemuadahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannyamerasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagiselepas itu.
Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemuipohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yangpernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telahmatang dan dewasa."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yangsuka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Akumempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, akutidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolongku?" tanyalelaki itu."
Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untukdijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengangembira," kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batangpohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengangembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namunbegitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakindimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalahanak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apelitu."
Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untukdiberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahkuuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangkuuntuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akaryang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nadapilu."
Aku tidak mahu apelmu kerana aku sudah tiada bergigiuntuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana akusudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batangpohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, akumerasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tuaitu."
Jika begitu, istirahatlah di perduku," kata pohonapel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohonapel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangiskegembiraan.
Tersebut. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bilakita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuanmereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolongkita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dangembira dalam hidup.Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikapkejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, ituhakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kinimelayan ibu bapa mereka. Hargailah jasa ibu bapakepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun.
Masa berlalu... anak lelaki itu sudah besar danmenjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskanmasanya setiap hari bermain di sekitar pohon apeltersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepadapohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemarbermain dengan engkau," jawab remaja itu." Aku mahukan permainan. Aku perlukan wang untukmembelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, "
Kalau begitu, petiklahapel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkanuang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan."
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagiselepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu...Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon apel itu merasa gembira."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu."Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerjauntuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumahsebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkahkau menolongku?" Tanya anak itu."
Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kauboleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya." Pohon apel itu memberikancadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemuadahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannyamerasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagiselepas itu.
Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemuipohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yangpernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telahmatang dan dewasa."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yangsuka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Akumempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, akutidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolongku?" tanyalelaki itu."
Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untukdijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengangembira," kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batangpohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengangembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namunbegitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakindimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalahanak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apelitu."
Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untukdiberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahkuuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangkuuntuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akaryang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nadapilu."
Aku tidak mahu apelmu kerana aku sudah tiada bergigiuntuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana akusudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batangpohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, akumerasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tuaitu."
Jika begitu, istirahatlah di perduku," kata pohonapel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohonapel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangiskegembiraan.
Tersebut. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bilakita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuanmereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolongkita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dangembira dalam hidup.Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikapkejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, ituhakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kinimelayan ibu bapa mereka. Hargailah jasa ibu bapakepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun.
Selasa, 14 Mei 2013
DEFINISI BIMBINGAN
Berikut ini adalah pengertian dan definisi bimbingan:
# PEARSON
Bimbingan merupakan kesepadanan (match) antara jabatan dengan
individu.
# SHERTZER & STONE (1971: 40)
Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu
memahami diri dan lingkungannya
# SUNARYO KARTADINATA (1998: 3)
Bimbingan merupakan proses membantu individu untuk mencapai perkembangan
optimal)
# ROCHMAN KARTADINATA (1988: 3)
Bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara
wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga,
masyarakat, dan kehidupan pada umumnya
# NATAWIJAYA (19870
Bimbingan adalah sutu proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
dirinya sendiri
# NURIHSAN (2005)
Sebuah bimbingan harus berisi penyampaian informasi yang berkenaan dengan
masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang disajikan dalam
bentuk pelajaran
# VAN HOOSE (1969)
Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam pertumbuhan
dan perkembangan mereka menjadi pribadi yang sehat
Bimbingan merupakan usaha membantu anak-anak dan pemuda yang memerlukannya
untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan
# ABU BAKAR M. LUDDIN
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu yang normal,
yaitu mereka yang memerlukan bantuan dengan peristiwa dan hal yang berlaku pada
masa perkembangan yang normal
Kata konseling (counseling) berasal dari kata
counsel dari bahasa latin counselium artinya “bersama” atau “bicara bersama”.
“Berbicara bersama-sama adalah pembicaraan konselor (counselor) dengan seorang
atau beberapa klien (counselor). Counselium berarti “people coming together to
gain an understanding of problem that beset them were evident”
menurut Popinsky & Pepinsky, konseling adalah interaksi antara dua
orang individu yaitu konselor dan klien. Interaksi yang terjadi dalam suasana
yang profesional, dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudahkan
perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
Langganan:
Postingan (Atom)